Anak usia 2-5 tahun, mereka perlu mengembangkan kemampuan sosialisasinya, karena mereka akan mulai bermain bersama dengan teman sebayanya dan stimulasi yang harus diperhatikan adalah aspek motorik, bahasa, kognitif, sosial-emosi, dan kemandirian.
Sebelum masuk SD sebaiknya anak hanya disiapkan dan pengenalan untuk baca dan tulis saja. Misalnya untuk bisa menulis maka anak perlu bisa memegang pensil dengan benar atau melatih kemampuan motorik halusnya. Begitu juga untuk membaca maka anak perlu mengenal huruf dan simbol serta mengerti bahwa kata-kata itu memiliki arti, stimulasi ini bisa dilakukan sejak dini.
Kalaupun di pra sekolah (Kelompok Bermain & Taman Kanak-kanak) ada calistung (baca, tulis, hitung), maka hal itu sebaiknya bukan menjadi target utama pembelajaran. Pengenalan calistung di prasekolah dilakukan bukan dengan cara memaksa dan drilling, tetapi bisa mengenalkannya lewat lagu dan permainan. Melalui lagu dan permainan, kemampuan baca, tulis, dan berhitung anak bisa berkembang dengan baik dan tidak membuat anak stres. Namun kenyataannya tetap saja, ada TK yang memfokuskan ke calistung dengan alasan lebih diminati dan memang diminta orang tua.
Kalau anak memang belum siap mengikuti SD di tahun ajaran baru, khususnya apabila usianya masih di bawah 6 – 7 th, sebaiknya tetap di TK dahulu. Khawatirnya kalau memang belum bisa mengikuti pelajaran di tingkat SD maka anak akan frustrasi dan merasa tidak mampu. Belum lagi label yang mungkin akan diberikan kepadanya karena belum bisa mengikuti pelajaran. Untuk menghindari kebosanan di TK orang tua bisa memberikan berbagai aktivitas tambahan yang sekaligus dapat menstimulasi anak dan membantu kesiapannya di tingkat SD.
Untuk memberikan aktivitas tambahan orang tua perlu melihat bakat dan minat anak terlebih dahulu. Kalau anak memang tertarik sekali dengan kursus tersebut, misalnya menyanyi, bermain musik, atau melukis maka boleh dilakukan. Ada juga anak yang memiliki energi yang besar sehingga memerlukan banyak kegiatan sehingga perlu mengikuti klub olahraga, seperti renang, bola, atau basket.
Kursus-kursus yang bersifat akademis seperti yang menekankan anak mahir baca, tulis, dan berhitung (calistung), sebaiknya belum perlu diberikan untuk anak usia pra sekolah, karena berdasar tahapan perkembangannya mereka belum memerlukan hal tersebut. Apalagi bila anak menjadi kelelahan dengan mengikuti berbagai kursus tentu, maka tujuan kursusnya tidak akan tercapai. Yang perlu diingat, anak usia pra sekolah butuh bermain bebas, karena dengan bermain bebas anak dapat bereksplorasi dan belajar banyak hal baru.
Dengan melihat tahapan perkembangan anak maka orang tua bisa melihat apakah materi yang sesuai bagi anak, membaca, menulis, dan berhitung bukanlah keterampilan yang dapat begitu saja dikuasai anak. Terdapat keterampilan-keterampilan pendahuluan yang harus dimiliki anak untuk akhirnya bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Sebagai contoh, melihat gambar adalah bentuk membaca yang paling sederhana. Anak usia 3-5 tahun diharapkan sudah memiliki ketertarikan untuk “membaca” gambar, simbol, dan logo yang ada disekitarnya. Untuk itu salah satunya anak membutuhkan exposure yang tinggi pada buku bergambar. Pada usia 4-6 tahun anak baru mulai diharapkan mampu membaca gambar, simbol, dan logo. Misalnya melihat gambar Colonel Anderson ia membaca “Kentucky” atau melihat logo Carrefour ia sudah bisa mengenalinya. Membaca dengan pola diharapkan mulai dikuasai anak pada usia 5-7 tahun. Selain mengenali bentuk dan pola, anak juga harus bisa memegang buku dengan baik dan mampu membalikkan dari kiri ke kanan. Keterampilan ini sangat berhubungan erat dengan perkembangan keterampilan motorik anak.
Untuk berhitung. Anak perlu memahami konsep berhitung, bahwa satu untuk satu benda. Jadi sebelum mengajarkan anak menghitung satu-dua-tiga, ajarkan anak untuk membagikan satu benda untuk satu orang atau satu benda ke dalam satu lubang (bisa memakai congklak). Seperti disebutkan diatas, mengenali simbol termasuk angka baru diharapkan setelah anak berusia 4-6 tahun.
Kami selalu memakai kisaran usia antara sekian hingga sekian. Hal ini disebabkan perkembangan anak berbeda-beda, ada anak yang sudah menguasai pada usia 4 tahun atau baru ketika ia berusia 5 tahun. Jadi jangan khawatir apabila anak lain sudah menguasai keterampilan tertentu sementara anak Anda belum. Lihat kisaran usianya saja.
Untuk les membaca, menulis, dan berhitung, kami tidak pernah merekomendasikan kepada anak di bawah usia 6 tahun. Karena pada saat anak berusia 6-7 tahun, anak baru mencapai kematangan sensorik dan motorik. Pada saat itulah anak benar-benar siap untuk menulis dan membaca. Pada akhirnya semua anak pasti bisa membaca dan menulis, hanya waktunya yang mungkin berbeda-beda. Saya khawatir apabila anak dipaksakan untuk membaca dan menulis pada saat ia belum siap, anak akan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dan muncul penolakan pada anak. Saran ini tidak berlaku untuk anak-anak yang memang memiliki ketertarikan dalam membaca dan menulis yang sangat tinggi.
Apabila anak sudah sangat tertarik orang tua bisa mulai mengajarkan atau memasukkan ke tempat les membaca, menulis, dan berhitung. Namun sebelum memberikan les tambahan sebaiknya perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain cara mengajarnya, apakah tempat les tersebut mempertimbangkan usia dan tahapan perkembangan anak? Jangan sampai anak menjadi tidak tertarik membaca, menulis, atau berbahasa Inggris karena metode pengajaran yang salah. Sebaiknya memberikan les tambahan membaca dan menulis kalau anak sudah berusia 6 tahun, ketika ia sudah benar-benar siap melakukan baca-tulis, kecuali jika anak benar-benar tertarik dengan membaca dan menulis.
Saat ini terdapat pandangan baru mengenai pendidikan yang tepat untuk anak. Pendekatan cara belajar aktif, yang tidak menekankan pada tes saja, dan merangsang rasa ingin tahu anak menjadi lebih penting karena anak-anak membutuhkan sekolah yang mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Kita sebagai orang tua tidak bisa tahu tantangan apa yang akan mereka hadapi nanti maka mereka membutuhkan lingkungan dan sekolah yang dapat membentuk mereka menjadi pembelajar sejati yang akan terus belajar sepanjang hidupnya. Sehingga apapun tantangannya bisa mereka hadapi nanti.
Saat ini banyak sekali sekolah yang tersedia untuk anak-anak. Setiap sekolah memiliki kurikulum, pendekatan, cara pengajaran, serta nilai-nilai yang berbeda.
Rahma Paramita, M.Psi
Kalaupun di pra sekolah (Kelompok Bermain & Taman Kanak-kanak) ada calistung (baca, tulis, hitung), maka hal itu sebaiknya bukan menjadi target utama pembelajaran. Pengenalan calistung di prasekolah dilakukan bukan dengan cara memaksa dan drilling, tetapi bisa mengenalkannya lewat lagu dan permainan. Melalui lagu dan permainan, kemampuan baca, tulis, dan berhitung anak bisa berkembang dengan baik dan tidak membuat anak stres. Namun kenyataannya tetap saja, ada TK yang memfokuskan ke calistung dengan alasan lebih diminati dan memang diminta orang tua.
Kalau anak memang belum siap mengikuti SD di tahun ajaran baru, khususnya apabila usianya masih di bawah 6 – 7 th, sebaiknya tetap di TK dahulu. Khawatirnya kalau memang belum bisa mengikuti pelajaran di tingkat SD maka anak akan frustrasi dan merasa tidak mampu. Belum lagi label yang mungkin akan diberikan kepadanya karena belum bisa mengikuti pelajaran. Untuk menghindari kebosanan di TK orang tua bisa memberikan berbagai aktivitas tambahan yang sekaligus dapat menstimulasi anak dan membantu kesiapannya di tingkat SD.
Untuk memberikan aktivitas tambahan orang tua perlu melihat bakat dan minat anak terlebih dahulu. Kalau anak memang tertarik sekali dengan kursus tersebut, misalnya menyanyi, bermain musik, atau melukis maka boleh dilakukan. Ada juga anak yang memiliki energi yang besar sehingga memerlukan banyak kegiatan sehingga perlu mengikuti klub olahraga, seperti renang, bola, atau basket.
Kursus-kursus yang bersifat akademis seperti yang menekankan anak mahir baca, tulis, dan berhitung (calistung), sebaiknya belum perlu diberikan untuk anak usia pra sekolah, karena berdasar tahapan perkembangannya mereka belum memerlukan hal tersebut. Apalagi bila anak menjadi kelelahan dengan mengikuti berbagai kursus tentu, maka tujuan kursusnya tidak akan tercapai. Yang perlu diingat, anak usia pra sekolah butuh bermain bebas, karena dengan bermain bebas anak dapat bereksplorasi dan belajar banyak hal baru.
Dengan melihat tahapan perkembangan anak maka orang tua bisa melihat apakah materi yang sesuai bagi anak, membaca, menulis, dan berhitung bukanlah keterampilan yang dapat begitu saja dikuasai anak. Terdapat keterampilan-keterampilan pendahuluan yang harus dimiliki anak untuk akhirnya bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Sebagai contoh, melihat gambar adalah bentuk membaca yang paling sederhana. Anak usia 3-5 tahun diharapkan sudah memiliki ketertarikan untuk “membaca” gambar, simbol, dan logo yang ada disekitarnya. Untuk itu salah satunya anak membutuhkan exposure yang tinggi pada buku bergambar. Pada usia 4-6 tahun anak baru mulai diharapkan mampu membaca gambar, simbol, dan logo. Misalnya melihat gambar Colonel Anderson ia membaca “Kentucky” atau melihat logo Carrefour ia sudah bisa mengenalinya. Membaca dengan pola diharapkan mulai dikuasai anak pada usia 5-7 tahun. Selain mengenali bentuk dan pola, anak juga harus bisa memegang buku dengan baik dan mampu membalikkan dari kiri ke kanan. Keterampilan ini sangat berhubungan erat dengan perkembangan keterampilan motorik anak.
Untuk berhitung. Anak perlu memahami konsep berhitung, bahwa satu untuk satu benda. Jadi sebelum mengajarkan anak menghitung satu-dua-tiga, ajarkan anak untuk membagikan satu benda untuk satu orang atau satu benda ke dalam satu lubang (bisa memakai congklak). Seperti disebutkan diatas, mengenali simbol termasuk angka baru diharapkan setelah anak berusia 4-6 tahun.
Kami selalu memakai kisaran usia antara sekian hingga sekian. Hal ini disebabkan perkembangan anak berbeda-beda, ada anak yang sudah menguasai pada usia 4 tahun atau baru ketika ia berusia 5 tahun. Jadi jangan khawatir apabila anak lain sudah menguasai keterampilan tertentu sementara anak Anda belum. Lihat kisaran usianya saja.
Untuk les membaca, menulis, dan berhitung, kami tidak pernah merekomendasikan kepada anak di bawah usia 6 tahun. Karena pada saat anak berusia 6-7 tahun, anak baru mencapai kematangan sensorik dan motorik. Pada saat itulah anak benar-benar siap untuk menulis dan membaca. Pada akhirnya semua anak pasti bisa membaca dan menulis, hanya waktunya yang mungkin berbeda-beda. Saya khawatir apabila anak dipaksakan untuk membaca dan menulis pada saat ia belum siap, anak akan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dan muncul penolakan pada anak. Saran ini tidak berlaku untuk anak-anak yang memang memiliki ketertarikan dalam membaca dan menulis yang sangat tinggi.
Apabila anak sudah sangat tertarik orang tua bisa mulai mengajarkan atau memasukkan ke tempat les membaca, menulis, dan berhitung. Namun sebelum memberikan les tambahan sebaiknya perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain cara mengajarnya, apakah tempat les tersebut mempertimbangkan usia dan tahapan perkembangan anak? Jangan sampai anak menjadi tidak tertarik membaca, menulis, atau berbahasa Inggris karena metode pengajaran yang salah. Sebaiknya memberikan les tambahan membaca dan menulis kalau anak sudah berusia 6 tahun, ketika ia sudah benar-benar siap melakukan baca-tulis, kecuali jika anak benar-benar tertarik dengan membaca dan menulis.
Saat ini terdapat pandangan baru mengenai pendidikan yang tepat untuk anak. Pendekatan cara belajar aktif, yang tidak menekankan pada tes saja, dan merangsang rasa ingin tahu anak menjadi lebih penting karena anak-anak membutuhkan sekolah yang mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Kita sebagai orang tua tidak bisa tahu tantangan apa yang akan mereka hadapi nanti maka mereka membutuhkan lingkungan dan sekolah yang dapat membentuk mereka menjadi pembelajar sejati yang akan terus belajar sepanjang hidupnya. Sehingga apapun tantangannya bisa mereka hadapi nanti.
Saat ini banyak sekali sekolah yang tersedia untuk anak-anak. Setiap sekolah memiliki kurikulum, pendekatan, cara pengajaran, serta nilai-nilai yang berbeda.
Rahma Paramita, M.Psi
Artikel yang berhubungan: